Ebi: Kelas Horror
Pagi itu gue dapat sebuah chat dari Pak Supri, dosen
rese yang tiba-tiba nyuruh masuk kelas padahal hari ini lagi nggak ada kelas.
Emang sih, kelas gue pas pelajaran dia itu ketinggalan banget, mungkin karena
beliau kepengen kelas gue bisa mengejar pelajaran dia dan sama kayak
kelas-kelas lain. Dan saat itu juga, gue akhirnya mencoba nge-share chatting-an
gue sama Pak Supri ke grup, dan respon anak-anak pun beragam.
|
Ebi nggak bisa baca apa gimana.. |
#Kita pasti selalu punya teman di suatu grup yang suka bertanya padahal jawaban dari pertanyaan tersebut udah ada di atas. Tapi malah dia nanya lagi. Ngeselin.
Malam itu gue datang sama Ebi ke kampus pakai motor
gue, motor Ebi katanya lagi diservis, padahal dia ngomong begitu udah dari 2
bulan yang lalu, gue curiga kalau motornya itu bukan diservis, tapi udah ditarik
dealer gara-gara nggak bayar cicilan. Sampai di kampus, gue langsung menuju ke
kelas. Di jalan menuju kelas, gue melihat mahasiswa lain melihat dengan tatapan
marah gitu ke arah gue dan Ebi. Matanya rada melotot, kedua alisnya mengekerut,
diam, sambil memperhatikan gue berjalan. Berasa gue lagi dilihatin sama
psikopat-psikopat yang nggak sabar mau mengejar dan merintilin organ gue. Padahal
seingat gue, gue nggak merasa habis melakukan kesalahan. Paling banter,
kesalahan itu pas gue kemarin turnamen futsal antar kampus dan gue berhasil
mencetak gol, ya walaupun ke gawang tim gue sendiri sih.. Tapi gue nggak percaya
kalau kejadian itu bisa terbawa-bawa sampai kampus dan jadi kayak pada membenci
gue begini. Karena kurang nyaman sepanjang kampus dilihatin orang-orang,
akhirnya gue dan Ebi berlari ke kelas biar lebih cepat. Pas sampai di kelas,
gue buka pintunya, ternyata kelas pun sudah ramai sama teman-teman gue yang
lain, dosen pun sudah duduk di tempatnya. Gue yang merasa terlambat akhirnya
menuju ke bangku paling belakang dengan muka yang memerah karena merasa malu
sudah terlambat. Gue dan Ebi duduk bersebelahan, lalu gue penasaran sudah berapa
lama gue terlambat, akhirnya gue melihat jam tangan di lengan kanan gue yang menunjukkan
pukul 19.50 yang mana seharusnya kelas pun belum mulai karena mulai seharusnya
pukul 20.00, dan berarti gue masih belum terlambat, tapi tumben-tumbenan
anak-anak udah pada kumpul semua di kelas. Akhirnya gue mencoba untuk tetap
berpositive thinking, “Mungkin anak-anak lagi pada bersemangat kali ini.”
Setelah masuk kelas dari tadi, belum ada satu pun yang
memulai pembicaraan. Semuanya diam, bengong dan nggak bicara apa-apa.
“Bi, lu sadar nggak kenapa dari tadi orang-orang pada
diam?” Kata gue sambil melihat sekitar.
Hening.
“Bi?!”
Belum juga ada jawaban. Gue pun mengengok ke arah Ebi,
terlihat Ebi sedang menunduk. Mukanya tampak sedang sangat bercahaya. “Ebi!!!”
Kata gue teriak.
“Diem, bego! Gue lagi serius nih, kalah lagi malah nanti!”
Kata Ebi sinis, lalu melanjutkan main game-nya di handphone.
“Ya, bilang kek kalau lagi main hp! Lu sadar nggak
dari tadi itu orang-orang pada bertingkah laku aneh?”
“Aneh gimana?”
“Ya, coba dari pas tadi kita nyampe kampus,
orang-orang itu pada ngelihatin kita semua. Sekarang malah di kelas
orang-orangnya pada diem semua.”
Ebi lalu berhenti main handphone-nya, menegakkan
kepala dan melihat sekitar, “Perasaan lo doang kali, ah! Kebanyakan nonton film
horor sih lo!” Kata Ebi, lalu melanjutkan main handphone-nya kembali.
“Yeee dibilangin!”
Lalu setelah penasaran dengan apa yang terjadi,
berdasarkan film-film horor yang pernah gue tonton, gue pun mencoba melihat
kaki mereka, buat memastikan kalau kaki mereka napak lantai. Gue pun
menjatuhkan pulpen gue ke lantai dan pura-pura mengambilnya, sambil melihat
kaki mereka. Dan benar saja, dari puluhan mahasiswa dan satu dosen yang hadir,
cuma ada penampakan kaki gue dan kaki Ebi dengan sepatu Ebi yang entah udah berapa
tahun nggak pernah dicuci, dekil dan kotor banget. Gue yakin baunya kalau
sampai tersebar levelnya bisa mematikan sampai 5 ekor gajah dewasa.
“Bi, orang-orang kakinya nggak pada napak!” Kata gue
berbisik ke Ebi.
“Masa sih?” Ebi pun langsung spontan melihat ke bawah.
“Bener juga!” Kata Ebi terkejut.
“Terus gimana?” Kata gue, panik.
“Kita kabur aja, tapi pelan-pelan, jangan sampai ada
yang curiga.”
“Ya udah, gimana caranya?”
“Gue bakal pura-pura ke wc, terus beberapa menit
kemudian, lo nyusul, ya? Habis itu kita langsung kabur pulang.”
“Oke.” Kata gue mengangguk.
Jantung gue berdetak kencang, badan gue lemas, kepala
gue pusing. Gue nggak berani tengok kanan-kiri, gue hanya menundukkan kepala
dan melihat terus-menerus ke arah meja gue. Suasana kelas berubah tiba-tiba menjadi
mencekam, bulu kuduk di leher gue spontan mendadak berdiri. Gue berasa lagi ada
di film horor. Kaki gue gemetar parah, omongan gue pun
patah-patah. Keringat
dingin bercururan.
“HADUUH…. KEBELET PENGEN PIPIS, KE WC DULU, AH….” Kata
Ebi sambil berteriak, berharap satu kelas mendegar, lalu beranjak pergi
meninggalkan gue sendirian di kelas.
“Gila, keren banget dia aktingnya.” Kata gue dalam
hati.
Biar nggak ada yang curiga, gue mau memberi jarak
antara keluarnya Ebi dan gue. Sekitar 5-10 menitan. Tapi nggak lama setelah Ebi
keluar, ada suara benda jatuh dari belakang, dan suaranya sangat keras, seperti
suara buku binder yang sengaja dibanting. Padahal yang duduk paling belakang
itu gue. Which is nggak ada orang lain lagi di belakang gue. Karena gue nggak
mau melihat yang aneh-aneh, gue putuskan untuk nggak menengok ke belakang. Selang
beberapa waktu kemudian, lampu kelas kedap-kedip sendiri. Cukup lama.
Nggak ada satu pun orang yang bereaksi atas kejadian itu, kecuali gue yang udah
hampir pingsan. Bulu kuduk gue udah mencapai puncaknya, jantung gue udah berasa
pengen pecah, gue pun bermandi keringat. Karena udah nggak kuat, akhirnya gue
kabur dengan jalan cepat menuju pintu kelas tanpa berkata apa-apa.
Sebelum
sampai pintu kelas, gue kemudian dihadang sama seseorang. Memakai daster putih
kotor yang juga menenggelamkan kakinya, dengan kepala yang tertunduk ke bawah.
Rambut hitam panjang berantakan, dan muka pekat siluet. Nggak lama kemudian dia
menegakkan kepalanya, melihat arah gue. Terlihat muka yang sangat berantakan,
satu bola matanya menempel di pipi. Wajahnya berlumuran penuh darah. Lalu
mulutnya bergerak, dan bilang ke gue dengan nada ala-ala kuntilanak “MAU KE
MANA, PAN?” lalu mulutnya terbuka lebar, dia tertawa sangat kencang, sedangkan gue teriak
dengan sangat histeris. Kaki gue mematung, badan gue berasa lagi dirantai, nafas gue terhenti sejenak. Kemudian makhluk itu nyamperin gue, memegang pundak
gue dan mendorong gue hingga terpental jauh. Kepala gue terbentur tembok dengan
sangat keras. Pandangan gue pun memudar, mendadak kabur semuanya.
Pandangan gue gelap.
Kepala gue sakit.
Badan gue berasa habis dipukulin.
Tidak lama kemudian, gue mencoba membuka mata. Baju
dan rambut gue basah, nafas gue ngos-ngosan. Gue tiba-tiba berada di sebuah
kamar, yang hanya diterangi satu buah lampu tidur. Sebelah kanan gue, ada
kolong kasur yang amat gelap. Sedangkan sebelah kiri gue ada meja belajar. Gue pun
tersadar, ini adalah kamar gue sendiri. Dan yang baru gue ingat, kalau gue tadi
tidur nggak baca doa dulu karena kelelahan habis main futsal. "Syukurlah, cuma mimpi, dan gue cuma jatuh dari
kasur." Kata gue dalam hati.
Lalu, gue lihat jam dinding di kamar gue, baru aja jam 3 pagi. Gue pun
kemudian bangun dari lantai, kembali naik ke kasur. Membaringkan diri di kasur,
memasang selimut, dan menghadap ke kanan. Kemudian tiba-tiba terlihat sosok
yang tadi muncul di mimpi gue, dan kembali berkata “MAU KE MANA, PAN?” sambil
tersenyum dan memperlihatkan giginya yang hancur, lalu kemudian tertawa kencang
kembali. Gue teriak, lalu gue kembali nggak sadar diri. Pandangan gue kabur
lagi, dan sejak saat itu gue nggak ingat apa-apa. Seolah ada yang sengaja
mengambil memori itu dari otak gue, dan menghapusnya. Hingga satu minggu
kemudian, gue baru ingat kembali cerita itu ketika gue sedang mengambil buku binder gue yang
terjatuh di kamar pas gue lagi belajar. Suara jatuhnya pun mengingatkan gue dengan suara aneh yang
ada di kelas dan nggak berani gue tengok itu, saat gue ambil bukunya, ternyata makhluk itu lagi tiduran di kolong kasur dengan tatapan kosong sambil membuka mulutnya lebar-lebar.