WHAT'S NEW?
Loading...

Ini Kelainan Gue Bukan Sih?

Gue sering banget merasa beda dari cowok-cowok lainnya. Gue kalau ngelihat teman-teman gue, kayaknya mereka bisa aktif banget gitu dalam hal kayak “ngegodain cewek”. Gue suka merhatiin, mereka sering ngegodain kalau ada cewek yang lewat di depan mereka. Suka genit seolah cewek itu adalah pacar mereka. Pokoknya bisa aja gitu ngegodain cewek-cewek. Sedangkan gue, gue orangnya bukan kayak gitu. Gue nggak bisa ngelakuin itu. Pernah sempet nyoba, tapi nggak “selancar” cowok-cowok lain, sekalipun cewek itu adalah orang yang dekat sama gue. Gue kalau pengen ngobrol, mendingan manggil namanya baik-baik, terus tanyain pertanyaan yang emang pengen ditanyain. Atau samperin orangnya, dan ngobrol layaknya orang yang biasa ngobrol. Itu baru gue. Ini kelainan bukan sih?

Gue orangnya emang kurang bisa disorot sih, sekalinya gue disorot, gue suka mendadak berkeringat dingin. Bahkan, waktu di Jogja dulu gue pernah mau nyebrang jalan, pas lampu lalulintasnya lagi merah. Semua orang pada diam di belakang garis, sambil menunggu lampu kembali hijau. Gue yang waktu itu nyebrang sendirian, gue merasa kayak lagi dilihatin sama orang-orang itu. Gue merasa lagi diomongin di dalam hati sama mereka, merasa lagi dicaci maki, sampai-sampai jantung gue pun meningkat kecepatan denyutnya. Kayak lagi tampil di atas panggung, dan mereka adalah penontonnya. Bahkan, untuk menyebrang jalan pun gue merasa segrogi itu. Apalagi untuk masalah cewek. Gue gak bisa jadi orang yang aggressive, gue nggak bisa jadi orang yang ngomongnya lancar ketika ngobrol, apalagi dengan cewek yang gue suka. Sedikit mengingat aja, dulu pas sekolah di SMK itu gue pernah naksir sama adik kelas, sekarang orangnya malah jadi satu kampus sama gue, dan satu angkatan lagi. Yang tadinya kakak-adik, sekarang malah jadi seangkatan. Hidup kadang memang selucu itu, ya. Nah, dia itu orangnya lebih aggressive daripada gue. Dulu, beberapa kali pas ngobrol, sebenarnya itu gue yang nyamperin dia ke kelasnya. Tapi, pas ketemu mulut gue kayak kekunci, kaki gue gemeteran parah. Alhasil gue selama ngobrol sama dia itu sebenarnya sambil berkeringat dingin saking groginya. Terus pas udah selesai, gue ngomong di dalam hati, “Ini kenapa jadi grogi gini sih gue? Bego banget”.

Gue orangnya emang enggak sepercaya diri itu buat ngegodain cewek, dan kalau gue merasa itu bukan gue banget, dan bikin gue nggak nyaman, ngapain gue ikut-ikutan, ya ‘kan? Aneh nggak sih? Aneh ya? Ya udahlah gak apa-apa. Jadi apa adanya aja.


Seumur hidup, gue belum pernah yang namanya kenalan sama cewek secara langsung. Ujug-ujug nyamperin, minta kenalan, dan minta nomornya. Nggak berani gue. Sebelum keluar omongan, mungkin jantung gue udah copot duluan. Dulu pun kalau punya nomor cewek, gue itu minta langsung karena udah kenal duluan, atau yang paling banter, gue dapet nomornya dari temen gue yang ngerekomendasiin itu. Tapi dari beberapa kasus, grogi ketika ngobrol itu cuma pas di awal-awal pertanyaan doang, setelahnya bakal enjoy dan menikmati obrolan itu. Karena mungkin, sama-sama nggak berani memulai duluan. Bahkan di pertanyaan-pertanyaan yang nggak penting sekalipun, karena satu sama lain merasa “nyambung”. Padahal, kalau pun udah dimulai nggak bakalan terjadi sesuatu yang berbahaya juga, ya... 

Aku Ketemu Orang Lain

Pada suatu hari, ada sepasang kekasih yang saling mencintai sejak SMA, mereka saling mensupport satu sama lain hingga akhirnya mereka bisa kuliah di tempat yang sama. Lalu mereka bisa lulus kuliah bareng-bareng dengan IPK yang terbaik. Namun, setelah lulus mereka harus terpisah karena waktu. Yang cowok, dia harus melanjutkan kuliah S2 arsitektur di Jerman. Sedangkan yang perempuan, melanjutkan kuliah designer di Indonesia. Perjalanan itu mereka tempuh bersama-sama. Hubungan jarak jauh, dengan sesekali si cowok pulang ke Indonesia di saat liburan musim panas. Mereka bertemu, mengenang masa lalu, membahas masa kini, semuanya terasa hangat sekali. Sampai begitu seterusnya. Hubungan mereka lebih romantis dari Romeo-Juliet, lebih setia daripada kesetiaan Hachiko—kisah si anjing yang terus menunggu di stasiun kereta demi menunggu majikannya yang sudah meninggal pulang untuk menemuinya.



Namun, pada semester-semester akhir, mereka disibukkan dengan tugas-tugas yang amat menumpuk dari masing-masing. Keduanya semakin jarang berkomunikasi. Yang awalnya mereka hampir setiap hari selalu video call-an, sekarang sekedar menanyai kabar saja sudah jarang, itu pun karena si cewek yang menyapanya duluan. Semakin hari si cewek semakin bingung apa yang harus dilakukan, karena ia pun mengalami hal yang sama—diganggu oleh tugas. Si cowok yang awalnya hampir setiap satu semester sekali pulang, kali ini bahkan sudah dua semester ia tidak menengok keluarganya; juga dirinya.

Lalu pada suatu siang yang cerah di hari minggu, tiba-tiba ia di-chat oleh si cowok, yang katanya ingin bertemu di tempat biasa, malam ini; di café di mana mereka pertama kali melaksanakan dinner. Si cewek pun kaget, si cowok pulang tapi tidak mengabarkan apapun sebelumnya. Berbeda dari biasanya. Namun, raga sudah terlanjur senang, segala perasangka buruk pun terbantahkan secara cuma-cuma.

Malam hari pun tiba, si cewek menggunakan dress terbaiknya. Dengan gaun berawarna biru, dengan makeup yang elegan, si cewek dengan senang menyambut baik malam itu, ia merasa menjadi seorang ratu semalam, ia sudah bersiap-siap sejak siang—dari semenjak si cowok mengabarkan ingin bertemu. Si cewek pun sampai di café, seperti biasa, meja nomor dua puluh satu adalah meja yang selalu mereka tempati setiap makan di situ. Jika bukan meja itu, mereka rela menunggu orang yang menempati meja itu pergi, baru mereka mau makan. Di tempat sudah terlihat si cowok dengan kemeja hitam dengan rambut klimis. Si cewek pun datang ke meja tersebut dengan hati yang berdebar-debar, sambil mengingat-ingat kalau ini adalah kali pertama mereka bertemu kembali setelah hampir satu setengah tahun lamanya.
Mereka pun bertemu, berpelukan. Air mata tiba-tiba terjatuh dari pipi si cewek, kebahagiaan yang ia tunggu-tunggu selama ini akhirnya datang juga.

“Aku kangen banget sama kamu.” Kata si cewek dengan suara yang tersedu-sedu.
“Iya, aku juga.” Kata si cowok, lalu mengusap air mata yang ada di pipinya. “Udah dong, kamu jangan nangis, aku jadi ikutan sedih.” Lanjutnya.
“Kamu kenapa kok pulang nggak ngabarin aku dulu?” Balas si cewek.
“Sebenarnya, ada yang pengen aku omongin sama kamu.”
“Omongin? Kamu mau omongin apa? Please, jangan yang aneh-aneh...”
“Kamu sayang kan sama aku?” balas si cowok bertanya.
“Iyalah! Kamu kenapa tiba-tiba ngomong kayak gitu, sih? Perasaan aku mendadak nggak enak begini.”
“Eeeehh… Jadi, mulai sekarang, kamu harus lupain aku.”
“Lupain? Maksud kamu apa sih? Kamu bercandanya nggak lucu, tau gak!”
“Maaf, tapi….” Balas si cowok.
“Tapi apa?!” Si Cewek memotong
“Aku… Aku… udah ketemu orang lain. Maaf.”

Si cewek terdiam. Entah apa yang barusan ia dengar. Entah apa yang harus ia katakan. Tiba-tiba terbayang kenangan manis hubungan yang telah ia jalani hampir 8 tahun, semuanya menjadi sia-sia. Kenangan itu lebih pahit dari pare—sayur paling ia benci sampai kini. Lebih sakit daripada saat ia terjatuh dari motor beberapa hari yang lalu. Si cowok pun pergi tanpa meninggalkan kata-kata lagi. Si cewek pun membisu.

***

3 tahun kemudian.

Si cewek dengan anak bayi yang baru berusia 4 bulan, tertawa dan mengobrol bersama. Keluarga yang baru saja terbentuk 2 tahun yang lalu. Tepat setahun di saat si cewek sudah berhasil mengutuk si cowok—mantannya itu, sejadi-jadinya. Ia dipinang oleh rekan sekerjanya sendiri dan menjadi keluarga yang harmonis—hingga kini.

Di suatu siang, si cewek lagi buka-buka facebook, ia menemukan sebuah foto yang dibagikan oleh teman sekampusnya dulu, dengan beberapa gambar foto si mantan cowoknya itu dengan menggandeng seorang nenek-nenek tua.

Di statusnya tertulis.
“Salut banget sama teman kampus gue dulu, yang dulu di kelas paling pinter, paling pendiam, sekarang udah tinggal di Jerman. Bahagia banget melihat dia menikah dengan seorang nenek yang lumpuh. :)”

Si cewek pun tertegun. Karena selama ini dia benar-benar mengutuk si cowok tersebut dari hidupnya, dengan cara membuang segala barang yang berhubungan denga si cowok tersebut. Sampai-sampai, mendengar namanya saja sudah bisa membuat mood-nya hancur seharian. Si cewek pun tersadar, lalu cepat-cepat ia logout dari akun facebook-nya tersebut.


Tamat.