Menabung Untuk Rumah Atau Menikah
Beberapa hari yang lalu, gue ngeliat sebuah
artikel yang cukup mewakilkan keresahan gue sekarang
dan juga mungkin itu juga keresahan remaja zaman sekarang. Artikek tersebut adalah
tentang sebagai milenial, lebih memilih untuk menabung dulu untuk mapan atau
menikah terlebih dahulu.
|
Sumber: Kumparan.com |
Hal
itu juga sering gue tanyakan ke temen-temen gue. Jawaban mereka itu lumayan
beragam, tapi sebagian besar untuk cewek dan cowok punya jawaban yang berbeda. Kebanyakan yang cowok itu lebih memilih untuk menabung dulu dengan
alasan mereka takut kalau kelak jika ia menikah sekarang, istrinya akan
mengalami kesusahan yang ia alami, dan cowok tidak mau begitu. Lagian umur masih
muda, masih ingin lebih bebas tanpa harus sudah memikirkan hal-hal tentang
layaknya sebagaimana seorang suami berpikir dan beraktivitas. Sedangkan untuk
cewek, beberapa teman gue yang perempuan malah ingin cepat-cepat dinikahi.
Bahkan, ada teman gue yang sudah punya pacar sekarang, tapi jika ada cowok lain
yang menurut dia dan keluarganya baik, dia akan memerimanya. Gue yang cukup
kaget mendengarnya, mempertanyakannya.
“Kenapa?
Kok gitu? Kasian pacarnya, dia yang udah lama-lama pacarin lu dari 0, eh
giliran ada yang lebih cepat malah diterima”
Jawabannya
cukup membingungkan, katanya “Iya kalau ada yang pasti kenapa masih nungguin
yang gak pasti (pacarnya tersebut)”. Berarti yang gue simpulkan, dia itu akan
menikahi siapa yang cepat, bukan siapa yang terbaik. Intinya cepat-cepatan
bukan siap-siapan. Lalu gue tanya, apakah dia sudah disuruh cepat-cepat sama orangtuanya atau
bagaimana, pertanyaan lainnya pun bermunculan.
“Ngga
sih, orang tua mah ngga nyuruh, tapi pengen aja gitu ngeliat orang tua bahagia
anaknya sudah menikah. Namanya juga anak perempuannya.”
“Berarti
nanti cepat-cepatan siapa yang melamar dong, kalau misalkan nanti yang melamar itu orang berandalan yang berdandan seperti preman yang pakai anting dan tatoan di muka gimana?” tanya gue
lagi.
“Ya
ngga yang begitu juga, yang sekiranya baik dan melamar. Jadi masih disaring
lagi juga”
“Oh kirain semuanya
bakalan diterima, walaupun kayak gimana juga latar belakang, penampilan dan
lainnya..” gue pun ketawa.
Masalah lain yang sering dihadapi sama milenials (yang mungkin teman gue di atas juga
mengalami) adalah pacaran dengan orang yang sepantaran. Oke, memang pacaran dengan orang yang sepantaran banyak yang
berhasil. Tapi resiko dari berpacaran dengan orang yang sepantaran adalah
ketika kita baru sama-sama lulus, si cowok akan merasa baru akan memulai
petualangannya untuk mencari pekerjaan yang lebih baik setelah mendapatkan
gelar, sedangkan si perempuan akan merasa sudah tua di saat dia sudah punya gelas dan di umurnya yang
sekarang belum juga menikah.
Keinginan
untuk segera menikah juga biasanya tergantung ketika sedang dengan siapa dia
bermain. Jika dia sedang bermain dengan teman sekolahnya dulu yang sekelas, yang saat sekolah dulu sering main bareng lalu temannya tersebut sudah menikah, ia akan merasa ‘kalah’ karena belum juga
menikah, padahal dulu sama-sama teman bermain. Ia merasa tidak laku, serasa
sehabis dari bermain setelah ini ia ingin langsung dilamar. Berbeda dengan saat
ia bermain dengan teman kerja, ataupun teman kuliahnya yang belum menikah,
keinginan tersebut tidak semenggebu ketika ia bermain dengan teman sekolahnya
yang sudah menikah tadi.
Padahal
menikah bukan ajang balap-balapan, bukan ajang cepat-cepatan. Tapi ajang
siap-siapan. Ketika si cowok dan si cewek sudah merasa sama-sama siap, barulah
putuskan untuk menikah. Gue pernah baca, ada orang yang bilang “Jangan menikah dulu, jika urusan sendiri juga belum selesai.” Gue juga cukup setuju
dengan ini, kalau urusan kita aja belum kita selesaikan, gimana kita mau
menikahi anak orang yang mana akan menambah urusan-urusan kita lainnya?
Ada
banyak orang yang menikah muda walaupun belum punya cukup materi, karena
percaya kalau menikah akan menambah rezeki. Dan setelah menikah, mereka juga
terbukti rezekinya pun bertambah dari sebelum menikah. Namun, ada juga setelah menikah yang menambah bukan
rezekinya, tapi malah jumlah hutangnya. Hehe. Makanya, menikah emang perlu
persiapan yang mateng banget ya.
Udah dulu dah, gue udah ngomonin
nikah-nikah aja, sedangkan skripsi gue aja belum dikerja-kerjain. Bye.